Kamis, 17 Juni 2010

Akan Kujunjung Langitku Sendiri


Kulihat dia lagi sore ini di sudut jalan itu. Tampak selalu berseri ayu.. menyapa manis gerimis yang mecoba membasahi kerudung merah jambu. Kali ini aku ingin melihat saja, ingin merekam semua geraknya di setiap detik kesempatan yang kupunya. Selagi bisa kutemui dia disana, selagi bisa kudapati dia yang bersahaja..

“Kau bukan hanya mimpi teman..tapi kau sudah gila. Sebaiknya kau segera sadar dan kembali ke kehidupan nyata yang keras terus menghantam kita” kata Herman temanku kemaren malam saat aku bercerita tentang betapa aku jatuh cinta padamu mbak.. makanya hari ini aku tak berani menyapamu seperti biasa. Aku takut kecanduan. Seperti obat-obat terlarang itu yang membunuh sahabatku bulan lalu. Aku tak mau seperti dia..aku belum mau mati mbak. Aku ingin membuktikan padamu bahwa aku bisa menjunjung langitku sendiri. Seperti yang sering kau katakan padaku. seperti yang selalu kau ajarkan padaku. Aku terlalu mengagumimu..terlalu berharap kau akan terus dan terus mau menemuiku dengan alasan apapun.

Masih kuingat hari pertama kita bertemu kala itu. Kau sungguh tak berbeda dengan yang lainnya..kecuali senyuman itu. Terasa halus memukul sanubari setiap manusia yang merasa hina seperti aku. “Orang Jalanan” begitu sering kudengar orang memanggilku. Tapi ketulusanmu hari itu menembus relung-relung jiwaku. Aku merasa diangkat dan kau duduk kan bagai orang-orang kantoran yang berdasi itu. Tiga hari kemudian kulihat kau di sudut jalan yang sama..tampak tak beda. Kukejar sebisa kakiku berlari. Aku hanya ingin melihat kau tersenyum. Kudendangkan lagu-lagu dengan suara khas cemprengku yang membuatmu tersenyum-senyum lucu. Aahhh..kau seperti peri kecil yang diturunkan Tuhan untuk menghibur kami-kami para penghibur rongsokan ini.

Hari-hari berikutnya di jam-jam itu aku menunggumu di tempat itu. Sudut jalan yang sama.. akhirnya ada hari aku bisa menyapamu. Ada kesempatan pula untuk tau namamu. Bahkan aku seperti layaknya teman yang kau percaya untuk kau beritahu nomor hapemu. Aku sungguh besar kepala luar biasa. Tak menyurutkan rasa kepedeanku meski akhirnya aku tahu bahwa kau tak hanya ramah seperti itu padaku. Bahwa ternyata kau mengajak orang-orang lain sepertiku entah berapa banyak untuk kembali bermimpi. Untuk kembali menjunjung langit diatas bumi.

Pernah dengan lancang kuungkapkan perasaanku padamu. Dan kau hanya tersenyum dan mengucapkan terima kasih padaku. Dengan mata berbinar kau katakana padaku “Kau hanya sedang tersilau oleh cahaya matahari yang menghalangimu melihat birunya langit.. Percayalah bahwa kau bisa menjunjung langitmu sendiri. Saat itu bahkan kau mungkin sudah melupakanku. Tapi di sudut lain di suatu kota. Kita akan kembali bertemu.. dan kau yang akan tersenyum menyalamiku dengan penuh kebanggaan”. Aku masih terlalu bodoh untuk mengerti kata-katamu mbak.. aku tak bisa faham apa artinya. Tapi semua terekam di kepalaku. Sampai hari ini saat aku hanya ingin melihatmu..

Akan aku fahami pelan-pelan apa yang kau katakan. Akan kutancapkan dalam-dalam ingatanku tentang dirimu. Kaulah semangat hari-hariku saat ini. Saat semua sudah pergi.. hanya gitar tua dan sekantong kresek pakaian kumal. Meski aku tahu tak akan lagi bisa menemuimu esok hari di sudut jalan itu lagi.. aku tak ingin menemuimu agar kau tak ucapkan selamat tinggal. Aku belum mau berpamitan. Aku masih ingin menemuimu suatu saat.. waktu dimana aku bisa menjunjung langitku sendiri dan membuatmu tersenyum bangga menepuk bahuku..kakak..

Based on true story…

To all... GANBATTE!!!!!

NB: mohon maaf, foto tidak ada hubungannya dengan cerita.. itu hanyalah foto penulis yang lagi korupsi waktu di kantor demi eksisnya aathena. hehehehe...