Di sebuah dusun yang terlalu tenang itu, di pojok pintu sebuah rumah yang bercat hijau terkelupas, duduk terpekur seorang gadis mungil. Matanya menerawang nanar layak mata orang dewasa. Jika ada orang lewat di jalanan depan rumahnya, wajahnya seperti mengkerut heran atau entah apa. Raut mukanya tampak pucat dengan bibir seperti diberi gincu biru. Tapi binar matanya seterang bintang utara di pertiga malam terakhir. Tampak sesekali kepalanya menengok ke salah satu ujung jalan.. sudah begitu kelakuannya sejak sekitar 45 menit yang lalu aku mengamatinya. Saat matanya menangkap banyanganku, dia tampak malu dan tersenyum meringis lalu menggigit ujung kaos lusuhnya.
“ Ngapain Tik..?? Nggak tidur siang kamu?” tanyaku mencoba mengajaknya mengobrol. “Nggak” jawabnya dengan suara serak pecah yang sepertinya terlalu besar volumenya untuk ukuran tubuh semungil itu. Matanya menatapku terusik. Kucoba tersenyum dan menggodanya. Dia malah tambah nyegir menggemaskan. Kulirik jam di telepon seluler yang kupengang di tangan kiriku. Tersenyum aku menyadari ini jam berapa. Tersadar hari memang belum terlalu siang untuk tidur siang, bahkan untuk anak seusianya. Dan juga menjelaskan apa yang sedang dinanti Titik sedari tadi. Kulihat dia menengok ke ujung jalan itu lagi, kali ini terasa ngilu di sudut-sudut hatiku. Bening-bening air disudut mataku berontak ingin tumpah. Tapi aku tak ingin membiarkan Titik melihatku cengeng..pasti dia nyengir lebih lebar lagi nanti menertawakan aku.
“ Katanya kau dapat tas baru minggu kemarin di sekolah ya Tik?” tanyaku dengan senyum bangga padanya. “ Iya..iya..” katanya antusias berbinar-binar. “Aku juga dapat buku tulis lima dan juga sepatu baru” sambungnya kemudian. “ Wuahh...mbok yo aku di bagi satu Tik bukunya..” candaku padanya. “ Buat aku sekolah itu” wajahnya merengut khawatir. “ Ha..ha..ha.., tas nya warna apa Tik?” tanyaku kemudian. “Pink..ada gambarnya berbi..bagus!! ada banyak kantongnya..Sama mas Amir aku juga dikasih Bolpoint sama pensil warna” cerocosnya bercerita sambil menggerak-gerakkan tangannya menggambarkan. Selanjutnya layak mendengarkan dongeng peri tentang pensil berwarna-warni..buku gambar mewarnai yang penuh gambar malaikat dan keledai..ulangan-ulangan sekolah yang terasa sangat mengasyikkan. Dan aku hanya bisa terpukau atas yang kuhadapi sekarang. Alam ikut mengiringi ceritanya..sinar matahari siang seakan melembut layak lampu theater pada adegan syahdu. Pohon-pohon di sepanjang jalan dusun itu seakan semakin menghijau. Bunga-bunga liar juga semakin memancarkan warnanya.
Di saat-saat tertentu, meski kawan-kawannya yang lain masih masuk sekolah. Titik diliburkan oleh Ibu atau Bapak gurunya..kadang juga oleh orang tuanya. Dia memang harus libur untuk mengisi tenaga..agar saat masuk sekolah nanti, dia tidak lemas terkulai di bangku sekolah. Diam tak mau mengadu Gurunya takut disuruh pulang. Titik sangat ingin sekolah terus..terus..dan terus. Kalau perlu tak usah ada hari libur kecuali ada film kartun kesayangannya di TV. Kalau aku beruntung..saat aku pulang kampung begini, aku akan mendapatinya berdandan rapi pagi-pagi sekali mengenakan seragam merah hati. Bedak putih belepot diwajahnya menambah lucu dan menebarkan aroma bayi yang segar. Berjalan mondar-mandir menunggu diantar oleh orang tuanya atau oleh kakaknya seakan dia mau telat saja. Padahal dia selalu lebih pagi daripada anak-anak yang lain. Ato mungkin juga aku beruntung mendapatinya main lari-lari pentak umpet bersama teman sebayanya. Saat itu pasti wajahnya sedang tak pucat..tampak lebih merona dan bibirnya juga tak biru lagi. Ada semburat warna pink khas anak kecil jika kau perhatikan. Tentu saja matanya lebih berbinar. Hanya saat beruntung saja kawan…karena aku juga jarang pulang kampung. Saat-saat itu..adalah saat dimana Titik beruntung mendapat darah untuk mensuplai sel darah merahnya yang habis entah dimakan setan apa.
Titik yang belum mengerti arti lagu Jangan Menyerah-nya D’Masiv meski sering ikut menggeremeng mengikuti terpatah-patah saat lagu iku diputar di TV tak kalah hebat dari syair lagu itu. Terlalu hebat bahkan menurutku. Tak pernah dia mengeluh kesakitan saat mungkin ngilu di sekujur tubuhnya mulai menyerang. Dia hanya merengek pada Bapaknya saat ingin makan ayam goreng. Tak pernah merengek minta di belikan kasur empuk saat tubuhnya sakit semua tak bisa tidur merebah. Dengan nyamannya dia duduk di dipan kayu dan menyenderkan kepalanya di dinding agar tak terlalu pening kepalanya. Dengan semangat sekali bercerita tentang sekolah seakan tak peduli meski dokter memfonisnya tak akan hidup lebih dari usia 15 Th. Ahh..lagi pula, Pak Dokter yang memfonis malah lebih dulu berpulang 3 Tahun setelah mengatakan fonis itu kepada orang tuanya. Sedangkan Titik kecil..tak gentar menghadapi takdirnya. Seperti siang itu, meski tak bisa sekolah pun, dia semangat menunggu kawan-kawannya pulang sekolah untuk sekedar mendengar cerita tentang apa saja yang terjadi di sekolahnya.
Disuatu pagi, saat itu seperti biasa Titik agak rewel karena badannya panas. Minta makan pake Ayam goreng kesukaanya. Hari ini memang waktunya dia berobat. Dengan dibalut selimut dan digendong Emaknya, dibawa dia ke dokter untuk minta obat. Bulan ini memang hanya waktunya kontrol untuk selanjutnya awal bulan depan dia harus transfusi darah. Panas badannya memang tinggi, maka dokter memberi suntikan obat penurun panas. Tak mengeluh..tak bicara..hanya merengek sesekali. Tapi bukan rengekan sakit layaknya. Dalam perjalanan pulang Titik tidur pulas..sangat pulas. Hingga sampai di rumah, tak juga dia bangun. Emaknya bergetar memeluk Titik dalam pangkuannya. Tubuh kecil itu..sangat pucat. Lebih pucat dari pucat yang biasanya. Bibirnya lebih biru dari biru biasanya. Dan kali ini Emak dan bapaknya tau..Titik tak akan bangun lagi. Semua warga dusun segera berlarian bergegas mendengar kabar yang seperti angin sepoi..termasuk aku. Berlari dengan berbagai ekspresi kesedihan menuju pintu hijau pucat itu.. semua diam berduka, sebagian tak malu menitikkan airmata.
Titik.. yang sebenarnya sudah berganti nama Nurhayati..telah berpulang selamanya. Pejuang takdir dari Tuhan yang nyata. Lentera yang akan menerangi kubur-kubur orang tuanya nanti (Amin..).
Dan tiap-tiap yang bernafas pasti akan mati…
Based on true story…
Dedicate to “Titik” Nurhayati Almarhum.., Guru kecilku untuk menaklukkan kepedihan dunia. Dan untuk para sahabat Titik yang menularinya jadi fans berat D’Masiv yang tak lain adalah para keponakanku, Ayu..(fans Rian numero uno), Acha..dan A-se.. “akankah kelak kalian baca ini sebagai kekuatan kalian untuk terus menghargai hidup sayang?”
7 komentar:
assalamualaikum AD :) aku terinspirasi baca ini AD.. kisah nyata dalam tulisan ini punya energi sendiri yang menampar2 EW supaya punya rasa malu agar tidak mudah menyerah..ditambah pula writing skill mu yang dalam :)
Wa'alaikumussalam...Warrohmatullah... EW :) apa kabar kau kawan? hihihi...moga-mago namparnya gak sakit ya EW??..he...
Keep Struggling!!!
aslkm,wr.wb
wah suwe ra mampir neng blog'e sampean,tak pikir dl wes mandeg nulise eh trnyata tambah siip ae nulise rek...aq jd tmbah ngefans ntar lek emg wes terkenal aq dftar jd fbf(fans berat fafa)...xxixi
yo wes ngunu ae sibuk kie...(sok sibuk)hehehe
lek muleh iku kbr2..
Kakean fans club mengko.. Ckp AFC ae..
Kakean fans club mengko.. Ckp AFC ae..
surprised..!!
ingatanq kembali ke hari itu paz drumahmu.. liat anak kecil itu dan smua cerita ttg dy yg waktu itu sempet kmu critain ke aq.. hmm..
@ iasz.. "jangan menyerah ndut!!"
Posting Komentar